Thursday, October 15, 2009

Hari yang cerah untuk sebuah hati yang gelisah

"Mentari yang perkasa perlahan mulai menjejakkan sinarnya
tanah yang basah berangsur kering
dan sisa embun pagi di ujung dedaunan
menguap entah kemana
sesekali awan menunjukkan dirinya
menyeruak diantara birunya samudra langit
ah,hari yang cerah untuk sebuah hati yang gelisah."

Menghitung hari,detik demi detik untuk sebuah perjalanan panjang yang tak tau kapan,dan berakhir dimana.

Seperti biasa pagi hari di kantor selalu diawali sebuah obralan hangat tentang apa saja yang penting hal itu bisa memecah kebuntuan,atau saya lebih tepat menyebutnya kejumudan atau kebosanan terhadap rutinitas harian.
Temanku berceloteh hidup itu terlalu cepat,coba bisa diperlambat.sebuah opini sederhana namun cukup dalam maknanya.
Aku terdiam mendengarnya,tiada yang salah dengan hal itu aku pun merasa hal yang sama,tentang waktu yang berputar serasa sangat cepat.

Hampir semua orang mungkin merasa seperti itu,tapi bukankah segala sesuatu itu ada relativitasnya,hal yang sama bisa berbeda perspeksi dari tiap orang, tergantung dari sudut mana ia memandangnya.

Bagi orang yang mungkin sedang menunggu,waktu terasa sangat lambat.Seandainya bisa dipercepat,ia pasti minta agar dipercepat waktunya.

Sebenarnya hal ini bisa ditinjau atau dikaji dari sisi ilmiah ( saya menyebutnya begitu,karena sulit mencari padanan kata lain untuk hal yang mungkin bisa diterima akal sehat ).Ada hukum yang tidak pernah dipelajari di sekolah dulu yang saya baca dari sebuah buku,hukum Murhpy namanya,sebuah hukum yang menjelaskan sesuatu yang memang sulit dijelaskan oleh hukum-hukum lainnya.

Sebenarnya di dalam kehidupan ini ada 2 waktu yang berjalan pada diri manusia,yang pertama adalah waktu universal,waktu yang sama,yang hukumnya berlaku bagi seluruh dunia,misalnya 1 hari 24 jam,dll.dan yang kedua adalah waktu internal,yaitu waktu yang berjalan di dalam memori otak manusia,yang sangat dipengaruhi oleh keadaan-keaddaan tertentu.

Diantaranya adalah tentang keluhan orang-orang tua terhadap anak muda, yang cenderung tergesa-gesa dan tidak sabaran,begitupun sebaliknya,anak muda merasa orang tua berpikir terlalu lamban,padahal waktu yang dialami mereka adalah sama,tapi waktu internal keduanya berbeda.Pada orang tua waktu internal mereka lebih lamban berputar,sehingga ia menganggap hal yang berjalan seperti biasa,itu terkesan lebih cepat.
Contoh lainnya adalah ketika kita menunggu antrian toilet waktu 5 menit itu seperti terasa seperti 1 jam,atau sebaliknya ketika menonton film kesukaan waktu 1 jam itu terasa beberapa menit.

Ada suatu hormon yang mempengaruhi cara berpikir otak kita,kita mendengar sesuatu yang ingin kita dengar,dan melihat sesuatu yang ingin kita lihat.
Diantara keramaian suasana pasar misalanya,kita lebih cepat mendengar ketika ada penjual yang meneriakkan cabe merah,walaupun jaraknya cukup jauh.Pdahal ada puluhan bahkan ratusan pedagang yang meneriakkan dagangan lainnya,tapi seolah-olah kita tidak mendengarnya,padahal sebagai sebuah alat telinga kita berfungsi menangkap semua suara tanpa terkecuali,lalu mengapa yang kita dengar atau lebih cepat terdengar adalah suara pedagang yang menjual cabe merah.
Ya,karena yang kita ingin dengar dan beli adalah cabe merah,maka otak kita secara otomatis memfilter suara-suara lainnya,sehingga hanya cabe merahlah yang mendapat tiket jalan tol untuk diproses oleh otak kita.

Banyak lagi contoh lainnya,seperti lagu yang paling kita ingat adalah lagu yang paling kita benci,mengapa barang yang kita cari selalu menghilang ketika ingin dipakai,mengapa kita ingat wajahnya tapi lupa namanya.

Selanjutnya, hukum Murphy masuk ke daerah social. Penelitian bertahun-tahun menunjukkan betapa berbedanya manusia saat sendiri dan ketika berada dalam suatu komunitas.sebuah teori yang didasarkan pada apa yang disebut sebagai saraf-saraf cermin. Mereka adalah satuan dasar yang memicu tingkah laku manusia dalam suatu lingkungan social. Keberadaan saraf-saraf cermin ini membuat manusia cenderung mampu meniru apa yang ada di sekitarnya. Contoh gampangnya adalah tingkah kita yang mengernyit saat melihat orang lain sedang disuntik seakan-akan kita merasakan sakit orang tersebut. Implikasi saraf cermin tak hanya sampai disitu. Dari situlah muncul kecenderungan manusia untuk selalu mengikuti tren yang berlaku di masyarakat, betapa pun konyol atau tak masuk akalnya.

Seperti biasa juga obralan selalu ditutup dengan pertanyaan,yang jawabannya tak pernah usai,tapi sebenarnya jawaban atas kegelisahan tentang waktu itu sudah terangkum jelas dalam Al-Quran dalam Surat Al-Ashr:
1. وَالْعَصْرِ
Demi waktu,
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ2.
. Sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi.
3.إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan, dan saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran.

Berdasarkan kenyataan bahwa kita menjalani waktu, ternyata manusia selalu dalam keadaan rugi. Dan berdasarkan kenyataan hidupnya, ternyata sifat rendah manusia itu merugikan. Khusr berarti 'kerugian, pengurangan'. Manusia memiliki sifat bingung, ia berayun dari satu situasi ke situasi lainnya, dari satu ketidakpuasan ke ketidakpuasan lainnya, dari satu ilusi ke ilusi lainnya. Kehidupannya tidak memuaskan karena ia tidak bisa beristirahat, atau memperoleh kedamaian dan ketenangan di dalamnya. Itulah keadaan normal dari kehidupan dunia ini, dengan fluktuasi-fluktuasinya yang meletihkan manusia. Baru saja satu situasi terkendali, situasi kacau baru yang tidak memberi harapan terjadi.
Orang-orang ini dikecualikan karena mereka akan berusaha melebihi keadaan alamiahnya. Secara inheren, tidak ada yang salah apabila terjadi kemunduran pada kondisi manusia, sebagaimana digambarkan tadi. Karena, kemunduran itu mengikuti busur alamiah dari penciptaan. Kita harus ingat bahwa Allah mengatakan dalam sebuah hadis kudsi, 'Apa yang salah pada hamba-hamba-Ku? Mereka berdoa kepada-Ku, meminta kemudahan dan kesenangan di dunia ini, dan Aku tidak menciptakannya untuk itu!'

Begitu kita menyadari keadaan rugi ini maka kita dapat membebaskan diri dari situasi tersebut melalui ketaatan, tidak melalui serangan langsung terhadap kehidupan atau mencoba mengendalikan kehidupan. Hanya melalui ketaatan—bukan berarti melarikan diri dari masalah melainkan keyakinan bahwa yang ada di balik penciptaan benar-benar aman—akan diperoleh keuntungan yang mutlak. Jalan menuju kepercayaan itu adalah melalui keyakinan yang didasarkan pada ilmu (iman), dan amal saleh.
Kita tidak dapat mengubah sifat dunia, sebesar apa pun upaya kita.Tapi yang bisa kita rubah adalah diri kita.
Jadi mau lambat atau cepat waktu toh,sama aja, yang penting kita tidak termasuk orang-orang yang merugi.

"Mentari masih bertahta di atas sana
disekitarnya awan berarak-arakan
seperti hendak mengawalnya.
Udara mulai terasa hangat.
dan gelisah tadi pagi
hilang entah kemana."

( Palembang,15 Oktober 2009)

No comments: