Sunday, March 22, 2009

Eksploitasi Seks Anak di Bali, Lombok, dan Batam Mengkhawatirkan

Kompas - Sabtu, Maret 21

DENPASAR, KOMPAS.com — Direktur Regional Representative Terre Des Hommes Belanda, Frans van Dijk, menyatakan, eksploitasi seksual pada anak-anak di daerah wisata Bali, Lombok, dan Batam cukup mengkhawatirkan.

"Karenanya di tiga daerah wisata Indonesia itu anak-anak korban eksploitasi seksual penting untuk kami berikan advokasi," katanya pada konferensi tentang kejahatan seksual terhadap anak di kawasan wisata Asia Tenggara yang berlangsung di Pantai Sanur, Bali, Kamis (19/3).

Program Terre Des Hommes (TDH) Belanda di Indonesia, antara lain, memberikan bantuan kepada anak-anak korban eksploitasi seksual di tiga daerah wisata tersebut.

Menurut Frans van Dijk, salah satu faktor terjadinya prostitusi anak adalah kondisi kemiskinan dan keinginan untuk memperbaiki ekonomi keluarga.


Sementara di Jawa Barat, TDH melakukan pencegahan terhadap anak-anak yang berpotensi diperdagangkan dengan cara mengembalikan anak-anak itu ke sekolah.

Fokus program pencegahan ini dilakukan dengan memfasilitasi pendidikan untuk anak-anak, seperti yang telah dilakukan di daerah Indramayu. "Perlindungan yang terbaik adalah dengan disekolahkan kembali. Fokusnya pendidikan untuk anak-anak," tambah Frans van Dijk.

Sementara Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata, Depbudpar, I Gusti Putu Laksaguna, mengatakan bahwa seharusnya di Indonesia tidak ada pariwisata seks. Di ASEAN ada Human Resources Development Task Force yang mengatasi masalah pariwisata seks.

Pemerintah, katanya, akan melakukan sosialisasi untuk mengatasi isu pariwisata seks tersebut ke berbagai provinsi, termasuk Bali, Lombok, dan Batam, yang kondisinya dinilai mengkhawatirkan.

Ditambahkan bahwa dari hasil kajian singkat, tidak semua perusahaan atau industri wisata memahami aturan main atau ketentuan menentang pariwisata seks sehingga perlu langkah-langkah sosialisasi.

Pada kesempatan itu Deputi Bidang Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Surjadi Suparman, memaparkan berbagai aturan perlindungan anak, seperti UU 23/2003 tentang Perlindungan Anak, UU Pornografi, UU PTPPO. Dalam konteks global, Indonesia sejak tahun 1996 juga telah mengikuti Konferensi Penghapusan Pariwisata Anak (CST).

Sedangkan Makmur Sunusi dari Direktorat Pelayanan Sosial Anak, Departemen Sosial, mengungkapkan banyaknya korban kejahatan seksual pada anak dan upaya penanganannya, seperti melalui rehabilitasi.

Pemerintah membuat model penanganan korban untuk anak melalui "Child Protection Home" (RPSA) yang tersebar di Pontianak, Jambi, Pati, Jakarta, dan daerah lainnya.

Hingga kini total kasus yang ditangani mencapai 734 korban dan RPSA juga bekerja sama dengan Menneg PP serta pusat informasi. "Untuk rehabilitasi, kami melakukan penilaian bagi korban. Ada gugus tugas (task force) yang terdiri dari 400 orang terlatih di tujuh kota. Telah ada program peningkatan kesadaran masyarakat, rehabilitasi, dan reintegrasi korban," tambahnya.

Konferensi yang berlangsung tiga hari itu diikuti lebih dari 300 peserta dari negara-negara Asia Tenggara, negara Asia lainnya, Eropa, Amerika, dan Afrika.

No comments: